Jumat, 27 Januari 2012

RUMAH OLAHRAGA BAGI ANAK MISKIN

PAGI-PAGI Permadi sudah bangun. Jam menunjukkan pukul 05.00. Pria berusia 70 tahun itu masih terlihat sehat dan gagah saat menggunakan sepeda motor menuju ke lapangan tenis indoor di Jalan Sindoro. Ya, Permadi adalah pembina atlet yang tak kenal lelah. Dia mendirikan rumah olahraga di Jalan Dieng 22, Kampung Rowopeni, Wonosobo.
Sosok dan kiprah Permadi dalam menggerakkan dunia olahraga memang seperti tak terendus media massa. Padahal dari tangan dinginnya, para atlet dari Wonosobo berhasil meraih medali pada kompetisi tingkat daerah, nasional, dan internasional.
”Saya hanya ingin berbagi ilmu dengan generasi muda. Saya ikhlas mengabdikan sisa usia untuk kemajuan olahraga,” kata dia.
Pertengahan 1978, hati Permadi terketuk setelah tak seorang pun atlet Wonosobo bisa mengharumkan nama daerah. Dia melihat anak-anak kampung hanya menjadi penonton dan tak banyak yang berkesempatan menjadi atlet. ”Saya ingin anak-anak tumbuh dengan sehat dan berprestasi,” ujarnya.
Wujudkan Obsesi
Tak berhenti dengan membinan, Permadi pun rajin menyambangi kolega pejabat yang mengurusi bidang olahraga untuk mengadvokasi anak-anak berprestasi. Dia berharap anak berbakat tersebut mendapat penghargaan dari pemerintah. ”Anak-anak yang punya bakat dan berprestasi di bidang olahraga harus dihargai. Kesulitan mereka di sekolah harus terpecahkan.”
Permadi tidak terlalu kaya, meski rumahnya tergolong mewah untuk ukuran warga di kampungnya. Untuk mewujudkan obsesi dalam pembinaan olahraga bagi anak-anak, dia menyisihkan uang dari penghasilan melatih tenis profesional para pejabat dan pegawai negeri sipil. Dia enggan menyebut berapa penghasilan per bulan. Namun sekitar 30 atlet yang belajar di rumahnya tak dipungut biaya, bahkan setiap anak didik yang berprestasi dia beri uang pembinaan. Nilainya bervariasi, paling kecl Rp 100.000. Dia sering juga memberikan alat-alat tulis dan perlengkapan pendidikan bagi siswa kurang mampu.
”Saya persilakan semua anak bebas berkreasi. Mereka rata-rata berasal dari keluarga kurang mampu. Kalau setelah latihan orang tuanya tidak menjemput, saya yang mengantarkan,” tuturnya.
Untuk memicu anak-anak rajin berlatih di rumahnya, dia memasang tulisan-tulisan motivasi di dinding rumah. Dia menyediakan pula aneka jajanan anak secara gratis. Di rumahnya juga terdapat berbagai jenis tanaman bunga bervariasi yang disukai anak-anak.
Di sela-sela menunggu latihan, anak-anak dimanjakan dengan aneka mainan pengasah otak. Setelah sekolah caturnya saat ini berkembang, dia ingin mendirikan arena olahraga bridge dan bola sodok di sudut rumah yang tersisa.
Kini, dia fokus mengembangkan pembinaan jenis olahraga yang tak perlu membutuhkan areal terlalu luas. ”Cuaca di Wonosobo yang hujan terus-terusan membuat olahraga tennis di areal terbuka kurang efektif,” katanya.
Permadi tak segan-segan mendatangi kepala sekolah untuk meminta anak berprestasi di bidang olahraga diberi keringanan biaya pendidikan dan akses beasiswa ke jenjang lebih tinggi. Sebab, dia prihatin selama ini pemerintah pusat dan daerah belum memperhatikan secara serius nasib dunia olahraga. Ingar-bingar komitmen membesarkan olahraga hanya tampak sebelum digelar kejuaraan, tetapi tidak pernah ada tindak lanjut secara jelas dan terarah.
Hidup Sendiri   
Sehari-hari Permadi tinggal sendirian di rumah berukuran 10 x 12 meter sejak sang istri, Maria Theresia, meninggal lima tahun lalu. Tak ada pembantu rumah tangga, sehingga semua pekerjaan pun dia lakukan sendiri.
Dia menjadikan rumahnya sejak 2002 sebagai pusat olahraga. Selain tenis, Permadi menggelar sekolah catur dan saat ini menggagas cabang atletik. Dia menuturkan cabang atletik prospektif karena anak-anak pegunungan itu mempunyai stamina kuat. Apalagi medali yang diperebutkan di cabang atletik lebih banyak.
Kini, ratusan penghargaan untuk para atlet binaannya terpajang di tembok dan almari rumah. Salah seorang anak didiknya yang meraih prestasi adalah Maya Rosa Stefani (25). Warga Kelurahan Kalianget, Kecamatan Wonosobo, itu meraih medali emas pada SEA Games 2011 di Palembang dari cabang soft tenis. Pada 1998, Maya menggondol tiga medali emas dan empat medali perunggu dari tenis tunggal putri tingkat nasional.
Setiap medali atau piala bagi anak berprestasi disimpan di rumah Permadi. Bukti prestasi Maya di rumah itu sudah lebih dari 400 penghargaan. Saking menyatu dengan dunia tenis dan berkat ketekunan Permadi membimbing, saat berusia 17 tahun Maya menolak beasiswa di sebuah universitas terkemuka Amerika Serikat. Tahun 2003, Maya kembali meraih satu emas dan dua perak pada SEA Games. Dia pun dikirim ke berbagai negara di Eropa karena masuk peringkat empat atlet Asia. Tahun 2003, Maya mengikuti AFRO-Asian Games III di India dan menjadi juara.
Atlet berprestasi lain binaan Permadi adalah Dita Noviana (12). Pada 2011, Dita menjadi juara I catur cepat putri se-Kabupaten Wonosobo dan lomba catur Yayasan Bhakti Mulia. Saat ditemui di rumahnya di Dusun Wonobungkah RT 3 RW 6 Desa Jlamprang, Dita mengakui meraih prestasi gemilang itu berkat ketekunan sang guru, Permadi. ”Saya latihan catur dua tahun lalu dan sekarang sudah bisa menjadi juara,” katanya.
Pecatur cilik putra Taufik Ovet (11) juga menjadi unggulan daerah. Siswa SDN 8 Wonosobo itu menjadi juara catur cepat pada Pekan Olahraga Daerah (Popda) Wonosobo tahun 2011. Pecatur cilik lain, Naswa (6) asal Kampung Rowopeni, yang baru berlatih enam bulan lalu, kini sudah berani diadu dengan pecatur dewasa.
Permadi memang dikenal sebagai pelatih olahraga yang dermawan. Dia ingin menjadikan anak-anak di Wonosobo mempunyai mimpi menjadi atlet kelas dunia. Pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Wonosobo, Wong Kien Wa, mengemukakan keuletan Permadi membina tenis cukup dikenal. Permadi adalah profesional di bidangnya yang terobsesi memajukan olahraga di daerah.
Bupati Wonosobo, HA Kholiq Arif, pun mengapresiasi langkah Permadi dan pegiat olahraga yang mendorong anak-anak berprestasi. Untuk mewujudkan prestasi olahraga di Wonosobo, perlu prasarana dan sarana memadai, termasuk Gelanggang Olahraga (GOR), sehingga bisa membina atlet secara intensif dan proporsional. Dia meminta KONI segera mewujudkan pembangunan GOR. Kalau bisa terwujud tahun ini. ”Saya minta pengurus KONI menjalin kemitraan dengan pihak-pihak yang berkepentingan, seperti pengusaha swasta,” katanya.
Pada ajang Dulongmas Surakarta 2011, Wonosobo berada di urutan ke- 27 dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Medali yang diraih berupa empat emas, enam perak, dan 10 perunggu.
Keminiman prestasi itu membutuhkan kebijakan yang terarah dan serius untuk memajukan olahraga di Wonosobo. Dan, Permadi sudah memberikan kontribusi yang tak ternilai harganya. (51)
Sumber : SUARA MERDEKA

Senin, 16 Januari 2012

Puisi tentang Persami

Semuanya bekerja sama
Berlomba - lomba menjadi yang terbaik
Satu regu satu pikiran satu hati
Di malam yang dingin hujan gerimis
Pos demi pos di selesaikan
Waktu demi waktu telah berlalu
Bercanda bertengkar selalu menghiasi
Kita semua telah bekerja keras
Bekerja keras melakukan yang terbaik
Mental dan fisik kita telah dilatih
untuk menghadapi semua ini..
Sampai bertemu tahun depan PERSAMI..

#Jaro Kenya 7F
Maaf kalau jelek, Begginer

Minggu, 01 Januari 2012

Pengunguman Lomba Narsis Special Natal !!!

Iyah, setelah sekitar 2 minggu pemilihan lomba narsis special natal yang dilakukan secara vote terbuka,, AKHIRNYA, ditentukan pemenang Narsis Special Natal yaitu MANGGAR KOMALANING DYAH PAWESTRI !!!!
Keterangan :
Hijau : Dylla Setiadji : 5 orang
Hijau muda (warna apaan lah tu) : Yesira Setyo Palupi : 1 orang
Biru : Manggar Komalanging Dyah Pawestri : 14 orang



Buat hadiahnya admin nggak jamin kapan, tapi pasti diserahkan ..


Salam

Admin Agin